20-an dan Jalan Pulang: Kenali Dirimu, Sebelum Dunia Mendefinisikanmu

Ada satu fase dalam hidup manusia yang penuh warna, penuh kegelisahan, sekaligus penuh peluang: usia 20-an. Di fase ini, kita seperti berdiri di simpang jalan, dengan banyak rambu yang saling berlawanan. Dunia berkata, “Cepatlah sukses!”; media sosial berteriak, “Lihat, temanmu sudah sampai sini, kenapa kamu masih di sana?”; dan dalam hati kecil kita sendiri sering ada bisikan cemas, “Apakah aku sudah cukup berarti?”

Tak heran jika banyak anak muda merasa kehilangan arah. Mereka berlari begitu cepat mengejar standar-standar yang ditetapkan orang lain, tapi dalam hatinya tetap kosong. Ada yang berhasil menumpuk harta, tapi tak mengenal arti damai. Ada yang menggapai gelar, tapi masih bingung siapa dirinya. Ada pula yang sibuk memoles citra, padahal jauh dari diri yang sejati.

Di titik inilah, pertanyaan paling sederhana justru menjadi paling penting: “Siapa aku sebenarnya?

Dunia adalah ruang dengan standar yang tak pernah selesai berubah. Hari ini kita dipuji, besok kita diremehkan. Hari ini kita dianggap berhasil karena punya pekerjaan yang mapan, besok orang lain akan menuntut kita punya rumah, mobil, pasangan, atau pencapaian baru.

Jika hidup kita hanya diatur oleh definisi dunia, maka kita akan selalu kelelahan. Sebab standar dunia itu seperti bayangan: selalu bergerak, selalu menjauh, tak pernah bisa benar-benar kita tangkap.

Imam Ali عليه السلام pernah berkata:

“رَحِمَ اللهُ امرَءً عَرَفَ قَدرَهُ فَلَم يَتَعَدَّ طَورَهُ”

“Semoga Allah merahmati seseorang yang mengenal dirinya, lalu ia tidak melampaui batasnya.”

(Nahjul Balaghah, Hikmah 70)

Hadis ini bukanlah ajakan untuk berhenti bermimpi. Sebaliknya, ia adalah pengingat bahwa nilai sejati hidup bukan ditentukan oleh penilaian orang lain, melainkan oleh pengetahuan kita tentang siapa diri kita.

Usia 20-an: Jalan Pulang ke Dalam Diri

Banyak orang mengira hidup di usia 20-an adalah soal berlari sejauh mungkin. Tapi ada kebenaran yang lebih dalam: kadang perjalanan terpenting bukanlah ke depan, melainkan ke dalam—sebuah jalan pulang menuju diri sendiri.

Carl Jung, seorang psikolog terkenal, pernah berkata:

“Siapa yang melihat ke luar, bermimpi; siapa yang melihat ke dalam, terjaga.”

Melihat ke luar terlalu banyak membuat kita sibuk membandingkan diri dengan orang lain. Tapi melihat ke dalam membuat kita menemukan kesadaran sejati: apa yang benar-benar kita cintai, nilai apa yang ingin kita pegang, dan jalan hidup apa yang membuat hati tenang.

Imam Ja’far al-Shadiq عليه السلام pernah menegaskan:

“مَن عَرَفَ نَفسَهُ فَقَد عَرَفَ رَبَّهُ”

“Barangsiapa mengenal dirinya, maka ia telah mengenal Tuhannya.”

Hadis ini mengajarkan bahwa perjalanan mengenali diri adalah perjalanan spiritual. Semakin kita jujur dengan siapa diri kita, semakin dekat pula kita dengan Sang Pencipta.

Pulang: Dari Luar ke Dalam

Di usia 20-an, banyak orang mengejar dunia luar. Tapi mereka lupa untuk sesekali pulang. Pulang bukan berarti mundur, tapi kembali pada nilai dasar, kembali pada doa, kembali pada hati yang jernih.

Rasulullah صلى الله عليه وآله pernah bersabda:

“أفضَلُ المَعرِفَةِ مَعرِفَةُ الإنسانِ نَفسَهُ”

“Pengetahuan terbaik adalah pengetahuan seseorang tentang dirinya sendiri.”

Kalimat ini seperti kompas. Kita boleh saja berjalan jauh, mencoba banyak hal, mengeksplorasi dunia. Tapi tanpa pengetahuan tentang diri, semua pencapaian itu bisa terasa kosong.

Mahatma Gandhi berkata:

“Kebahagiaan adalah ketika apa yang kamu pikirkan, katakan, dan lakukan selaras dengan dirimu yang terdalam.”

Maka, sebelum dunia mendefinisikanmu sebagai sukses atau gagal, tanyalah dirimu: apakah aku selaras dengan nurani? Apakah langkahku sesuai dengan nilai yang kupegang?

20-an: Usia Gelisah, Usia Berkah

Tidak apa-apa jika di usia 20-an kita merasa gelisah. Gelisah bukan berarti kita tersesat, melainkan tanda bahwa jiwa kita sedang mencari rumah.

Jalaluddin Rumi menulis dengan indah:

“Jangan puas dengan cerita orang lain. Bukalah mitologi pribadimu.”

Artinya, jangan hidup hanya dengan jalan cerita yang ditentukan dunia. Kita berhak membangun kisah sendiri, sesuai dengan nilai yang kita temukan di dalam diri.

Pulang Adalah Awal

Usia 20-an sering terasa seperti perjalanan menjauh: menjauh dari rumah, dari masa kecil, dari kepolosan. Tapi sesungguhnya, di balik semua langkah itu, kita sedang diajak untuk menemukan jalan pulang.

Pulang ke diri. Pulang ke Tuhan. Pulang ke arti hidup yang sejati.

Karena sebelum dunia memberi label, kita harus lebih dulu mengenali siapa kita. Sebelum dunia menuntut kita menjadi orang lain, kita harus pulang kepada diri yang asli.

Maka, wahai jiwa muda yang sedang gelisah di usia 20-an: jangan takut berjalan pelan. Jangan takut berbeda. Jangan takut jika definisimu tidak sama dengan definisi dunia.

Sebab, yang paling penting bukan bagaimana dunia mengenalmu, tapi bagaimana dirimu mengenal dirimu sendiri.

Dan di situlah awal dari segala perjalanan. 🌿

Eksplorasi konten lain dari

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca