SHIAHINDONESIA.COM – Eidul Ghadir bukan hanya peristiwa bersejarah yang terjadi di padang pasir bernama Ghadir Khumm. Ia adalah titik balik penting dalam sejarah Islam, di mana Rasulullah ﷺ mengumumkan pemimpin setelahnya, sebagai bentuk penyempurnaan risalah ilahi. Peristiwa ini bukan sekadar seremoni, tetapi pernyataan ilahiah bahwa Islam tidak akan dibiarkan tanpa arah.
Berikut ini adalah fakta-fakta penting dan menarik tentang Eidul Ghadir, yang tidak hanya penting secara teologis, tapi juga memberikan pelajaran moral, sosial, dan spiritual bagi umat Islam hingga hari ini.
1. Ghadir adalah Hari Penyempurnaan Agama Islam
Banyak umat Islam yang menghafal ayat ini:
ٱلۡيَوۡمَ أَكۡمَلۡتُ لَكُمۡ دِينَكُمۡ وَأَتۡمَمۡتُ عَلَيۡكُمۡ نِعۡمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱلۡإِسۡلَٰمَ دِينٗا
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu.”
(QS. Al-Ma’idah: 3)
Namun tidak semua tahu bahwa ayat ini turun tepat setelah Rasulullah ﷺ mengumumkan Imam Ali sebagai pemimpin (mawla). Dalam pandangan Syiah, penyempurnaan agama tidak hanya berkaitan dengan hukum-hukum syariat, tapi juga jaminan kelanjutan kepemimpinan yang lurus. Dengan diumumkannya Ali bin Abi Thalib, umat tidak akan kehilangan arah setelah wafatnya Rasulullah.
2. Diumumkan di Tempat Terbuka dan Disaksikan Ribuan Sahabat
Ghadir Khumm bukan lokasi biasa. Ia adalah persimpangan jalan antara Mekah dan Madinah, dan seringkali dijadikan tempat perpisahan kafilah. Namun, pada 18 Dzulhijjah itu, Rasulullah ﷺ menghentikan rombongan besar haji di tengah panas yang menyengat.
Di bawah terik matahari, beliau menyuruh dibuatkan mimbar dari pelana unta. Lalu, di hadapan lebih dari 100.000 umat Islam, beliau mengangkat tangan Ali bin Abi Thalib dan berseru:
من كنت مولاه فهذا عليٌّ مولاه
“Barang siapa yang aku adalah pemimpinnya, maka Ali adalah pemimpinnya.”
Ini bukan peristiwa diam-diam atau di ruang tertutup, tapi ikrar terbuka yang bersifat publik dan monumental.
3. Didasarkan pada Perintah Wahyu, Bukan Inisiatif Pribadi Nabi
Peristiwa Ghadir bukan sekadar inisiatif pribadi Rasulullah ﷺ. Ia berlandaskan pada wahyu Allah langsung yang memerintahkan agar kepemimpinan itu disampaikan, tanpa ditunda. Bahkan, Allah menyampaikan dengan peringatan keras:
يَـٰٓأَيُّهَا ٱلرَّسُولُ بَلِّغۡ مَآ أُنزِلَ إِلَيۡكَ مِن رَّبِّكَۖ وَإِن لَّمۡ تَفۡعَلۡ فَمَا بَلَّغۡتَ رِسَٰلَتَهُۥۚ وَٱللَّهُ يَعۡصِمُكَ مِنَ ٱلنَّاسِ
“Wahai Rasul! Sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Jika tidak engkau sampaikan, maka engkau tidak menyampaikan risalah-Nya. Dan Allah akan memeliharamu dari (gangguan) manusia.”
(QS. Al-Ma’idah: 67)
Ayat ini memberi makna bahwa pengangkatan pemimpin umat bukan perkara sepele, melainkan bagian dari risalah yang harus disampaikan tanpa kompromi, meski berisiko menimbulkan pro dan kontra.
4. Dirayakan sebagai Hari Raya Terbesar oleh Ahlulbait a.s
Bagi para pengikut Ahlulbait, Eidul Ghadir adalah hari raya paling agung, bahkan lebih besar daripada Idul Fitri atau Idul Adha. Dalam riwayat dari Imam Ja’far Shadiq a.s disebutkan.
هو عيد الله الأكبر، وما بعث الله نبيًّا إلا وهو يحتفل في هذا اليوم
“Ia adalah hari raya Allah yang paling agung. Tidaklah Allah mengutus seorang nabi pun, kecuali ia merayakan hari ini.”
(Tahdzib al-Ahkam, Syaikh Thusi)
Dalam budaya Syiah, hari Ghadir diperingati dengan berbagi hadiah, menjamu orang lain, memperbaharui baiat, serta menyebarkan nilai cinta dan kepemimpinan yang hakiki.
5. Diteguhkan dengan Ucapan Selamat dan Baiat dari Para Sahabat
Setelah Rasulullah ﷺ mengumumkan wilayah Imam Ali, para sahabat berdatangan memberi ucapan selamat. Di antara mereka adalah Abu Bakar dan Umar. Diriwayatkan bahwa Umar berkata:
بخٍّ بخٍّ لك يا علي، أصبحت مولاي ومولى كل مؤمن ومؤمنة
“Selamat, selamat, wahai Ali. Engkau telah menjadi pemimpinku dan pemimpin setiap mukmin dan mukminah.”
(Al-Ihtijaj, Syaikh Thabarsi)
Ini menunjukkan bahwa pengakuan atas wilayah Ali pada saat itu bersifat resmi dan diterima oleh banyak tokoh besar.
6. Disebutkan dalam Banyak Kitab Sunni dan Syiah
Salah satu keistimewaan peristiwa Ghadir adalah kemutawatirannya—ia diriwayatkan oleh ratusan perawi dari kedua mazhab. Dalam kitab Syiah, hadis Ghadir disebut dalam:
- Al-Kafi (Al-Kulaini)
- Al-Amali (Syaikh Shaduq)
- Bihar al-Anwar (Allamah Majlisi)
Sementara dalam sumber Sunni juga tercatat dalam:
- Musnad Ahmad bin Hanbal
- Al-Mustadrak al-Hakim
- Sunan al-Tirmidzi
Bahkan, Allamah Amini dalam kitab Al-Ghadir menyebut lebih dari 110 sumber Sunni yang meriwayatkan hadis Ghadir.
7. Menegaskan Konsep Wilayah: Inti dari Iman
Dalam Syiah, wilayah bukan sekadar konsep politik, tapi inti dari iman. Wilayah berarti kepemimpinan ruhani dan moral, yang menjadi jembatan antara umat dengan petunjuk Allah. Imam Ja’far Shadiq a.s berkata:
بني الإسلام على خمس… والولاية أفضلها لأنها مفتاحهنّ
“Islam dibangun atas lima hal… dan wilayah adalah yang paling utama karena ia adalah kuncinya.”
(Al-Kafi, jilid 2, hal. 18)
Artinya, tanpa wilayah, amalan-amalan lahiriah bisa kehilangan arah. Wilayah adalah kompas moral dan ilahiah yang menjaga kemurnian jalan Islam.
Eidul Ghadir bukan hanya tentang sejarah. Ia adalah pernyataan cinta dari Rasulullah kepada umatnya, agar tidak tersesat setelah kepergiannya. Ia adalah deklarasi tanggung jawab agar umat tidak sembarang memilih pemimpin, tetapi mengikuti orang yang telah ditunjuk langsung oleh Allah.
Mari kita jadikan Ghadir sebagai momentum meneguhkan kembali cinta kita kepada Ahlulbait, meneladani keadilan dan keberanian Imam Ali a.s, serta menjadi pengikut kebenaran di zaman yang penuh tipu daya.
اللهم ثبتنا على ولايتهم، واجعلنا من أهل الوفاء بعهودهم
Ya Allah, teguhkanlah kami di atas wilayah mereka, dan jadikan kami termasuk orang-orang yang setia menunaikan janji kepada mereka.